Senin, 16 Maret 2009

PENGENTASAN KEMISKINAN BERBASIS MODAL SOCIAL

Pendahuluan
Berbagai program kemiskinan terdahulu yang bersifat parsial, sektoral, dan charity dalam kenyataannya sering menghadapi kondisi yang kurang menguntungkan, misalnya salah sasaran, terciptanya benih-benih fragmentasi social, dan melemahnya modal social yang ada di masyarakat (gotongroyong, musyawarah, keswadayaan, dll). Lemahnya modal social pada gilirannya juga mendorong pergeseran perilaku masyarakat yang semakin jauh dari semangat kemandirian, kebersamaan dan kepedulian untuk mengatasi persoalan bersama, terutama pengentasan kemiskinan.
Kondisi modal social serta perilaku masyarakat yang melemah serta memudar, disebabkan oleh keputusan, kebijakan dan tindakan dari pihak pengelola program kemiskinan dan pemimpin-pemimpin masyarakat, yang selama ini cenderung tidak adil, tidak transparan dan tidak tanggunggugat ( tidak pro poor dan good governance orienred). Sehingga menimbulkan kecurigaan, stereotype dan skeptisme masyarakat. Salah indikasinya dapat dilihat dari kondisi kelembagaan masyarakat yang belum berdaya, yakni tidak berorientasi pada keadilan, tidak dikelola dengan jujur dan tidak ikhlas berjuang bagi kepentingan masyarakat. Kelembagaan masyarakat semacam ini cenderung tidak mengakar dalam masyarakat. Ada kecenderungan lebih berorientasi pada kepentingan pihak luar masyarakat atau bahkan untuk kepentingan pribadi dan kelompok tertentu, yang sering mengabaikan komitmen dan kepedulian masyarakat miskin. Dalam kondisi ini akan semakin dalam krisis kepercayaan masyarakat terhadap suatu lembaga. Lembaga-lembaga semacam ini sampai saat ini tumbuh subur dalam situasi perilaku/sikap masyarakat yang belum berdaya. Ketidakberdayaan masyarakat dalam menyikapi dan menghadapi situasi yang ada di lingkungannya, mendorong munculnya sikap masa bodoh, tidak peduli, tidak percaya diri, mengandalkan dan tergantung pada bantuan pihak luar untuk mengatasi masalahnya sendiri, tidak mandiri, serta memudarnya orientasi moral dan nilai-nilai luhur dalam kehidupan bermasyarakat, yakni terutama keikhlasan, keadilan dan kejujuran.
Hal semacam ini dapat dikatakan bahwa ternyata terdapat masalah yang sangat crucial tentang kwalitas sumber daya manusianya, yang bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja, tetapi juga tanggungjawab masyarakat luas. Jika ditelusur lebih jauh, pemegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia adalah keluarga, yang merupakan unit social terkecil masyarakat. Di pundak keluargalah semua harapan akan kemerdekaan bangsa yang sesungguhnya diletakan. Oleh karena itu perlu dibangun ketahanan keluarga, agar dapat melindungi diri dari pengaruh luar yang tidak sesuai dengan nilai dan norma yang ada dalam keluarga.
Berbagai cara yang telah dilakukan pemerintah agar terbentuk ketahanan keluarga. Salah satunya adalah program POSYANDU (Pos Pemberdayaan dan Pelayanan Terpadu). Lembaga ini menampung dan menjadi wahana partisipasi masyarakat dalam pembangunan KB dan Kesehatan. Bersama bergulirnya waktu lembaga ini secara bertahap disegarkan dan berkembang menjadi lembaga pemberdayaan keluarga yang terpadu dan ampuh sehingga memungkinkan keluarga sederhana mampu memberdayakan anggota keluarganya secara mandiri. Selain itu sejak diterbitkannya Instruksi Bersama No. 296/HK-011/E3/1983 dan No. 264/Menkes/VI/1983 tentang Intensifikasi Pelaksanaan Program Kependudukan dan Keluarga Berencana, POSYANDU diarahkan sebagai wadah petugas dan sukarelawan dari kalangan masyarakat dalam memberikan pemberdayaan dan pelayanan kepada keluarga secara paripurna. Oleh karena Posyandu ini sebagai wadah bertemunya masyarakat (terutama keluarga), petugas dan sukarelawan , maka dibentuklah forum silaturahmi antar keluarga, antar keluarga dengan petugas dan sukarelawan, yang bernama Pos Pemberdayaan Keluarga (POSDAYA).
Posdaya dikembangkan sebagai wahana bagi masyarakat dan semua keluarga guna menyampaikan, memperoleh, memperkuat dan membina komunikasi, informasi, edukasi, motivasi dan sekaligus advokasi kepada sesama anggota untuk membangun keluarga sejahtera serta menyegarkan kembali modal social budaya yang ada dalam masyarakat. Pengertian Posdaya ini mengandung unsur kemitraan antar sesama, antar keluarga, antar keluarga dengan petugas dan sukarelawan, antar yang mampu dengan yang tak mampu. Mampu disini bukan berarti hanya secara financial saja, tetapi memberi pengertian, mampu dalam hal apapun melebihi yang lain, sehingga dapat melakukan advokasi, motivasi, edukasi, informasi kepada sesama keluarga yang kurang mampu. Untuk melakukan ini diperlukan modal social.
Inti dari modal social memberikan penekanan pada kebersamaan masyarakat untuk mencapai tujuan memperbaiki kualitas kehidupan dan senantiasa melakukan perubahan dan penyesuaian secara terus menerus. Dalam proses perubahan dan upaya untuk mencapai tujuan, masyarakat senantiasa terikat pada nilai-nilai dan norma yang dipedomani sebagai acuan bersikap, bertindak dan bertingkah laku serta berhubungan dengan pihak lain. Beberapa acuan nilai dan unsur yang merupakan ruh modal social antara lain sikap partisipatif, sikap yang saling memperhatikan, saling memberi, dan menerima, sikap saling percaya mempercayai dan diperkuat oleh nilai-nilai dan norma yang mendukungnya. Unsur lain yang memegang peranan penting adalah kemauan masyarakat atau keluarga untuk secara terus menerus proaktif dalam mempertahankan nilai, membentuk jaringan-jaringan kerjasama maupun dengan penciptaan kreasi dan ide-ide baru.
Modal social ini penentu bagi pengembangan Posdaya, apabila terdapat sikap toleransi, solidaritas, kebersamaan, kejujuran, keterbukaan, dan empati yang cukup tinggi antara sesama keluarga. Apabila Posdaya telah berkembang itu berarti pola kemitraan antar keluarga telah berjalan dengan lancar, baik dengan atau tanpa petugas . Para sukarelawan dari masyarakat yang menjadi pengurus Posdaya, sudah cukup mampu menjadi pembangkit terbentuknya jaringan-jaringan antar keluarga maupun keluarga dengan pihak lain yang dianggap dapat menjadi pemicu tumbuh kembang kesejahteraan masyarakat. Jika pola kemitraan ini mampu mensinergikan keluarga yang tidak mampu dengan yang mampu untuk berkarya, maka pengentasan kemiskinan menjadi bukan hanya tanggungjawab pemerintah saja tetapi tanggungjawab warga di lingkungan dia tinggal.
Pengentasan kemiskinan merupakan peningkatan harkat dan martabat keluarga yang dianggap miskin oleh lingkungannya, dibantu untuk bangkit, mandiri dan mampu menentukan tujuan hidup lebih baik, serta memiliki ketahanan terhadap perubahan yang terjadi. Dalam kaitannya dengan Posdaya, maka perlu kreatifitas dalam pelaksanaannya, terutama dalam kegiatan-kegiatan di bidang pendidikan, kesehatan serta kewirausahaan.
Pelaksanaan Posdaya sebagai upaya pengentasan kemiskinan di Surakarta, dengan kegiatan kejar paket C, menunjukan adanya empati yang ada dalam masyarakat cukup tinggi. Kepedulian pada anak putus sekolah dari keluarga tak mampu secara financial, mengusik pengurus kelurahan Mangkubumen, untuk menampung mereka dalam kelas sore. Belajar didampingi tutor yang berbeda bagi setiap mata pelajaran yang berbeda dan berasal dari kelurahan itu sendiri. Demikian juga untuk pemberantasan buta huruf. Masyarakat membuat kelompok belajar yang menempati rumah-rumah warga peserta didik secara bergiliran. Selain itu kegiatan pembuatan pupuk kompos dari sampah organic yang dikumpulkan dari rumahtangga-rumahtangga menjadikan para pemuda yang belum mendapatkan pekerjaan lebih kreatif mengolah dan memasarkannya. Para pemuda ini mampu meminimalkan pengeluaran biaya pembuatan pupuk, karena adanya kerjasama penyediaan bahan baku dengan masyarakat setempat. Semua ini dibimbing oleh salah seorang warga dikelurahan tersebut yang ahli dibidang pembuatan pupuk kompos. Terjalin juga pelatihan repair HP yang diselenggarakan oleh SMA Muhammadiyah Dua Surakarta bekerjasama dengan Salwa. Biaya pelatihan ditanggung atas kerjasama SMA dan Salwa sebesar masing-masing 50%. Padahal biaya keseluruhan Rp. 26.000.000,- untuk pelatihan selama 3 bulan. Pelatihan ini tidak hanya diperuntukkan bagi siswa SMA MUHA saja, tetapi juga diperuntukkan bagi pemuda Kalurahan Mangkubumen yang berminat. Kepedulian SMA MUHA terhadap para pemuda Kalurahan Mangkubumen disebabkan, secara geografis SMA MUHA terletak di Kalurahan Mangkubumen Surakarta.
Kasus pelaksanaan Posdaya ini ternyata tidak saja karena adanya empati, kepedulian dan kerjasama saja, tetapi juga adanya nilai-nilai yang tumbuh dalam masyarakat, bahwa yang mau belajar itu yang baik, yang mau bekerja itu yang baik. Norma yang dianut adalah norma pencapaian, adalah suatu aturan yang disepakati dalam masyarakat bahwa kemauan yang keras akan mencapai hasil yang diinginkan. Semua pihak baik yang belajar yang bekerja, yang mengajar, maupun yang menyediakan bahan baku, memiliki sikap partisipatif terhadap kegiatan yang dilakukan. Mereka saling memberi, saling menerima dan saling mempercayai.
Modal social sudah ada dalam masyarakat, hanya perlu dirawat agar tak hilang, selain itu juga harus selalu direvitalisasi agar sesuai dengan perkembangan jaman. Modal social yang memiliki dimensi internalitas (bonding), karena masih mempertahankan adat-istiadat serta ritus-ritus yang menyertai daur kehidupan dan yang ada sejak jaman nenek moyang, sering menghambat kemajuan masyarakat. Akan tetapi jika modal social ditandai dengan bonding social capital yang tinggi, dengan orientasi dan semangat budaya yang inward looking, terisolasi, tetapi dengan kecenderungan resiprositas yang rendah, maka masyarakat akan lebih mementingkan kepentingan sesaat yang tidak berpengaruh pada perubahan tingkat kesejahteraan masyarakat.
Jika dikaitkan dengan pengentasan kemiskinan, maka kedua model modal social ini, tidak dapat dibiarkan hidup dan dirawat dalam masyarakatnya. Revitalisasi budaya perlu dilakukan sesuai dengan tuntutan nilai-nilai baru. Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa didalam masyarakat itu pasti ada kebajikan sosial (social virtue) yang merupakan respon terhadap situasi lingkungan sebagai bagian dari strategy of survival.
Penutup
Posdaya sebagai forum silaturahmi antar keluarga, merupakan wadah bertemunya masyarakat untuk saling memberikan informasi, saling membantu, saling menerima dan saling percaya hanya dapat berfungsi dengan baik, jika modal sosial yang telah ada dalam masyarakat dirawat, dan selalu direvitalisasi sesuai dengan tuntutan nilai-nilai baru. Prioritas revitalisasi adalah pada etika sosial (social ethics), kesaling imbalbalikan sosial (social resiprocity) dan toleransi kehidupan sosial (social tolerance) dalam kehidupan beragama, berprofesi dan bermasyarakat sebagai bangsa. Apabila semua komponen dalam modal sosial telah terinternalized dalam diri setiap keluarga dan tercover dalam setiap perilaku, maka pengentasan kemiskinan sudah bukan menjadi masalah yang melelahkan. Kalimat lain yang lebih mampu mengusik hati adalah: bangsa yang terpuruk hanya mungkin dapat bangkit jika segenap masyarakatnya memiliki pikiran, perasaan dan tindakan untuk bangkit secara bersama-sama.
Bagi pemerintah yang kurang berminat untuk memahami situasi yang terkait dengan dimensi modal sosial. Seyogyanya dimensi ini menjadi salah satu referensi dalam setiap upaya pembangunan masyarakat.
artikel penuh

0 komentar: